Minggu, 10 November 2019

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK


Pancasila merupakan dasar etika politik bagi bangsa Indonesia. Hal ini mengandung pengertian, nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila menjadi sumber etika politik yang harus selalu mewarnai dan diamalkan dalam kehidupan politik bangsa Indonesia baik oleh rakyat ataupun oleh penguasa. Oleh karena itu dapat dikatakan kehidupan politik yang meliputi berbagai aktivitas politik dinilai etis, jika selalu  berpijak pada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusian yang adil dan  beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yan dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan serta selalu ditujukan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang  berlaku disahkan dan dijalankan secara demokrastis (legitimasi demokrasi) dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara,  baik itu yang berhubungan dengan kekuasaan, kebijakan umum, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila. Dengan demikian, Pancasila merupakan sumber moralitas dalam dalam proses penyelenggaraan negara, terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan dan hukum. Pelaksanaan kekuasaan dan penegakkan hukum dinilai bermoral jika selalu berdasarkan Pancasila, bukan berdasarkan kepentingan penguasa  belaka. Jadi Pancasila merupakan tolak ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan penegakkan hukum.

Sila ke-1
Negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Pernyataan tersebut secara normatif merupakan artikulasi sila ketuhanan yang maha esa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi harus diingat, pernyataan tersebut bukan sebuah penegasan bahwa Indonesia adalah negara Teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara berdasarkan legitimasi religius, dimana kekuasaan kepala negara bersifat absolut atau mutlak. Sila ketuhanan yang maha esa lebih berkaitan legitimasi moral. Artinya, proses penyelenggaraan negara dan kehidupan negara tidak boleh diarahkan pada paham anti-tuhan dan anti-agama, akan kehidupan dan penyelenggaraan negara harus selalu berdasarkan nilai-nilai ketuhanan yang maha esa. Dengan demikian sila pertama merupakan legitimasi moral religius bagi bangsa Indonesia.

Sila ke-2
Selain berdasarkan ketuhanan yang maha esa, negara Indonesia juga harus berkemanusian yang adil dan beradab. Dengan kata lain kemanusian yang adil dan beradab memberikan legitimasi moral kemanusian dalam penyelenggaraan negara. Negara pada prinsipnya adalah persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusia merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusian mempunyai kedudukan mutlak dalam kehidupan negara dan hukum, sehingga jaminan hak asasi manusia harus diberikan kepada setiap warga negara. Sila kemanusian yang adil dan beradab mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan sila ketuhanan yang maha esa. Kedua sila tersebut memberikan legitimasi moral religius (sila ketuhanan yang maha esa) dan legitimasi moral kemanusian (sila kemanusian yang adil dan  beradab) dalam kehidupan dan proses penyelenggaraan negara, sehingga negara Indonesia terjerumus ke dalam negara kekuasaan (machtsstaats).

Sila ke-3
Negara Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari unsur persatuan. Sila persatuan Indonesia memberikan suatu penegasan bahwa negara Indonesia merupakan suatu kesatuan dalam hal ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Proses penyelenggaraan negara harus selalu didasari oleh asas persatuan, di mana setiap kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa tidak ditujukan untuk memecah belah bangsa, tetapi untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Persatuan Indonesia merupakan perwujudan paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh ketuhanan yang maha esa dan kemanusian yang adil dan  beradab. Oleh karena itu paham kebangsaan Indonesia bukanlah paham kebangsaan yang sempit (chauvinistis), tetapi paham kebangsaan yang selalu menghargai bangsa lain. nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa serta keturunan.

Sila ke-4
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyaratan dan perwakilan juga merupakan sumber etika politik bagi  bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan senantiasa untuk rakyat. Sila ini memberikan legitimasi demokrasi bagi penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, dalam proses penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kewenangan dan kekuasaan harus dikembalikan kepada rakyat. Dengan demikian, aktivitas politik praktis yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta konsep pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat.

Sila ke-5
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia memberikan legitimasi hukum (legalitas) dalam kehidupan dan penyelenggaraan negara. Indonesia merupakan negara hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalam kehidupan negara, yang menunjukkan setiap warga negara Indonesia mendapatkankan perlakukan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Oleh karena itu, untuk mencapai aspek keadilan tersebut, kehidupan dan penyelenggaraan negara harus senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaraan terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara, yang bisa mengakibatkan hancurnya tatanan hidup kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila harus dijadikan patokan bagi setiap penyelenggara negara dan rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus dimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu pemerintahan yang etis serta rakyat yang bermoral pula. Nilai-nilai tersebut diimplementasikan melalui perilaku yang mencerminkan sikap:
1.      Mengakui Hakekat Tuhan
Pengakuan terhadap hakekat Tuhan ini dapat dikembangkan melalui sikap:
  • Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
  • Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
  • Saling menghormati kebebasan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
  • Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain


2.      Mengakui Hakekat Manusia
Pengakuan terhadap hakekat manusia ini dapat dikembangkan melalui sikap:
  • Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia
  • Tenggang rasa kepada orang lain
  • Tidak semena-mena kepada orang lain
  • Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian
  • Berani membela kebenaran dan keadilan
  • Hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain

3.      Mengakui Hakekat Persatuan
Pengakuan terhadap hakekat manusia ini dapat dikembangkan melalui sikap:
  • Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan  bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan
  • Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara
  • Cinta tanah air dan bangsa
  • Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah Air Indonesia
  • Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika


4.      Mengakui Hakekat Kerakyatan
Pengakuan terhadap hakekat kerakyatan ini dapat dikembangkan melalui sikap:
  • Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
  • Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
  • Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
  • Menerima dan melaksanakan setiap keputusan musyawarah\Mempertanggungjawabkan setiap keputusan musyawarah secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa


5.      Mengakui Hakekat Keadilan
Pengakuan terhadap hakekat keadilan ini dapat dikembangkan melalui sikap:
  • Kekeluargaan dan kegotongroyongan
  • Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
  • Menghormati hak-hak orang lain
  • Suka memberi pertolongan kepada orang lain
  • Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain
  • Menghargai hasil karya orang lain


Sumber Referensi:
  • http://www.academia.edu/13365550/IMPLEMENTASI_NILAI-NILAI_PANCASILA_SEBAGAI_ETIKA_POLITIK_DALAM_PENDIDIKAN_POLITIK_Bambang_Yuniarto_and_Winarno_Narmoatmojo_BAB_I_PENDAHULUAN
  • http://www.academia.edu/9171652/PENDIDIKAN_PANCASILA_PANCASILA_SEBAGAI_ETIKA_POLITIK


Tidak ada komentar:

Posting Komentar