Pancasila merupakan dasar etika
politik bagi bangsa Indonesia. Hal ini mengandung pengertian, nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap sila Pancasila menjadi sumber etika politik yang harus
selalu mewarnai dan diamalkan dalam kehidupan politik bangsa Indonesia baik
oleh rakyat ataupun oleh penguasa. Oleh karena itu dapat dikatakan kehidupan
politik yang meliputi berbagai aktivitas politik dinilai etis, jika selalu berpijak pada Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusian yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yan dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan serta selalu ditujukan untuk mencapai keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai
dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum
yang berlaku disahkan dan dijalankan
secara demokrastis (legitimasi demokrasi) dan dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip moral (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan
negara, baik itu yang berhubungan dengan
kekuasaan, kebijakan umum, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila. Dengan demikian, Pancasila
merupakan sumber moralitas dalam dalam proses penyelenggaraan negara, terutama
dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan dan hukum. Pelaksanaan kekuasaan
dan penegakkan hukum dinilai bermoral jika selalu berdasarkan Pancasila, bukan
berdasarkan kepentingan penguasa belaka.
Jadi Pancasila merupakan tolak ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan
penegakkan hukum.
Sila ke-1
Negara Indonesia berdasarkan
ketuhanan yang maha esa. Pernyataan tersebut secara normatif merupakan
artikulasi sila ketuhanan yang maha esa dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Akan tetapi harus diingat, pernyataan tersebut bukan sebuah
penegasan bahwa Indonesia adalah negara Teokrasi yang mendasarkan kekuasaan
negara dan penyelenggaraan negara berdasarkan legitimasi religius, dimana
kekuasaan kepala negara bersifat absolut atau mutlak. Sila ketuhanan yang maha
esa lebih berkaitan legitimasi moral. Artinya, proses penyelenggaraan negara
dan kehidupan negara tidak boleh diarahkan pada paham anti-tuhan dan
anti-agama, akan kehidupan dan penyelenggaraan negara harus selalu berdasarkan
nilai-nilai ketuhanan yang maha esa. Dengan demikian sila pertama merupakan
legitimasi moral religius bagi bangsa Indonesia.
Sila ke-2
Selain berdasarkan ketuhanan yang
maha esa, negara Indonesia juga harus berkemanusian yang adil dan beradab.
Dengan kata lain kemanusian yang adil dan beradab memberikan legitimasi moral
kemanusian dalam penyelenggaraan negara. Negara pada prinsipnya adalah
persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusia
merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Oleh
karena itu asas-asas kemanusian mempunyai kedudukan mutlak dalam kehidupan
negara dan hukum, sehingga jaminan hak asasi manusia harus diberikan kepada
setiap warga negara. Sila kemanusian yang adil dan beradab mempunyai
keterkaitan yang sangat erat dengan sila ketuhanan yang maha esa. Kedua sila
tersebut memberikan legitimasi moral religius (sila ketuhanan yang maha esa)
dan legitimasi moral kemanusian (sila kemanusian yang adil dan beradab) dalam kehidupan dan proses
penyelenggaraan negara, sehingga negara Indonesia terjerumus ke dalam negara
kekuasaan (machtsstaats).
Sila ke-3
Negara Indonesia juga tidak bisa
dilepaskan dari unsur persatuan. Sila persatuan Indonesia memberikan suatu
penegasan bahwa negara Indonesia merupakan suatu kesatuan dalam hal ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Proses penyelenggaraan negara
harus selalu didasari oleh asas persatuan, di mana setiap kebijakan yang
ditetapkan oleh penguasa tidak ditujukan untuk memecah belah bangsa, tetapi
untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Persatuan Indonesia merupakan
perwujudan paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh ketuhanan yang maha esa
dan kemanusian yang adil dan beradab. Oleh
karena itu paham kebangsaan Indonesia bukanlah paham kebangsaan yang sempit
(chauvinistis), tetapi paham kebangsaan yang selalu menghargai bangsa lain.
nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa serta keturunan.
Sila ke-4
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyaratan dan perwakilan juga merupakan sumber
etika politik bagi bangsa Indonesia.
Sila ini menegaskan bahwa negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan
kekuasaan diarahkan senantiasa untuk rakyat. Sila ini memberikan legitimasi
demokrasi bagi penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, dalam proses
penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kewenangan dan kekuasaan harus
dikembalikan kepada rakyat. Dengan demikian, aktivitas politik praktis yang menyangkut
kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta konsep pengambilan
keputusan, pengawasan dan partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat.
Sila ke-5
Sila keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia memberikan legitimasi hukum (legalitas) dalam kehidupan dan
penyelenggaraan negara. Indonesia merupakan negara hukum yang selalu menjunjung
tinggi aspek keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalam kehidupan
negara, yang menunjukkan setiap warga negara Indonesia mendapatkankan
perlakukan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Oleh karena itu, untuk mencapai aspek keadilan tersebut, kehidupan dan
penyelenggaraan negara harus senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku.
Pelanggaraan terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan
menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara, yang bisa mengakibatkan
hancurnya tatanan hidup kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan
bangsa.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila harus
dijadikan patokan bagi setiap penyelenggara negara dan rakyat Indonesia.
Nilai-nilai tersebut harus dimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan,
sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu pemerintahan yang etis serta rakyat
yang bermoral pula. Nilai-nilai tersebut diimplementasikan melalui perilaku
yang mencerminkan sikap:
1.
Mengakui
Hakekat Tuhan
Pengakuan terhadap hakekat Tuhan ini
dapat dikembangkan melalui sikap:
- Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
- Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
- Saling menghormati kebebasan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
- Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain
2.
Mengakui
Hakekat Manusia
Pengakuan terhadap hakekat manusia
ini dapat dikembangkan melalui sikap:
- Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia
- Tenggang rasa kepada orang lain
- Tidak semena-mena kepada orang lain
- Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian
- Berani membela kebenaran dan keadilan
- Hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain
3.
Mengakui
Hakekat Persatuan
Pengakuan terhadap hakekat manusia
ini dapat dikembangkan melalui sikap:
- Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan
- Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara
- Cinta tanah air dan bangsa
- Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah Air Indonesia
- Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika
4.
Mengakui
Hakekat Kerakyatan
Pengakuan terhadap hakekat kerakyatan
ini dapat dikembangkan melalui sikap:
- Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
- Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
- Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
- Menerima dan melaksanakan setiap keputusan musyawarah\Mempertanggungjawabkan setiap keputusan musyawarah secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa
5.
Mengakui
Hakekat Keadilan
Pengakuan terhadap hakekat keadilan
ini dapat dikembangkan melalui sikap:
- Kekeluargaan dan kegotongroyongan
- Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
- Menghormati hak-hak orang lain
- Suka memberi pertolongan kepada orang lain
- Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain
- Menghargai hasil karya orang lain
Sumber Referensi:
- http://www.academia.edu/13365550/IMPLEMENTASI_NILAI-NILAI_PANCASILA_SEBAGAI_ETIKA_POLITIK_DALAM_PENDIDIKAN_POLITIK_Bambang_Yuniarto_and_Winarno_Narmoatmojo_BAB_I_PENDAHULUAN
- http://www.academia.edu/9171652/PENDIDIKAN_PANCASILA_PANCASILA_SEBAGAI_ETIKA_POLITIK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar